Ngiler di Vietnam: Kuliner Jalanan, Upacara, dan Panduan Santai

Ngiler di Vietnam: Kuliner Jalanan, Upacara, dan Panduan Santai

Pertama kali tiba di Hanoi, aku langsung ketagihan: bau pho yang hangat pagi-pagi, bun cha yang manis-asam, dan bunyi gerobak dorong di lorong sempit. Rasanya seperti pulang ke dapur nenek, tapi dengan rempah-rempah yang bikin otak melek. Ini bukan panduan resmi—lebih ke cerita obrolan sambil ngupil di pojok warung. Siap? Ambil secangkir kopi, dan ayo ngiler bareng.

Saatnya makan: jalanan adalah restoran terbaik (jujur)

Kalau kamu suka petualangan rasa, lupakan dulu restoran mewah. Di Vietnam, makanan enak seringnya ada di pinggir jalan. Tip sederhana: cari tempat yang penuh orang lokal. Antrian itu jaminan. Aku pernah mampir ke warung kecil di Hoi An yang hanya punya tiga kursi plastik, tapi pho-nya bikin aku makan dua mangkuk berturut-turut. Banh mi juga wajib dicoba—roti baguette ala Vietnam diisi daging panggang, sayur acar, dan saus yang rahasianya cuma ditahu oleh tukang roti. Jangan lupa egg coffee (cà phê trứng) di Hanoi; teksturnya kaya mousse dan bikin pagi yang kalem jadi ekstra manis.

Beberapa nama wajib di daftar: pho, banh mi, bun cha, com tam, cao lau (di Hoi An), bánh xèo, gỏi cuốn (spring roll segar), dan chè untuk pencuci mulut. Kalau mau rekomendasi rute makan berdasarkan kota, aku pernah tuliskan beberapa tips di kemdongghim—lumayan membantu kalau kamu suka rencana cepat sebelum kelaparan akut.

Upacara, doa, dan sedikit tenang di antara hiruk-pikuk

Vietnam bukan cuma tentang makanan. Ada ritual harian yang membuat negara ini terasa sakral. Di setiap gang atau sudut kota terdapat pagoda dengan dupa mengepul, orang-orang menaruh buah dan kue sebagai persembahan untuk leluhur, dan suara lonceng yang menenangkan. Waktu aku ikut upacara kecil di Hue, aku melihat keluarga membawa sesajen untuk menghormati arwah. Semua dilakukan dengan khusyuk, tanpa tergesa-gesa. Kita, sebagai wisatawan, cukup menghormati: berpakaian sopan ketika masuk kuil, jangan memotret saat sesi doa kalau terlihat mengganggu, dan berjaga menyentuh atau menggeser sesajen.

Musim Tet (Tahun Baru Imlek) adalah momen paling hangat untuk melihat tradisi. Kota berwarna merah dan kuning, toko tutup, jalanan dipenuhi keluarga yang pulang kampung. Hati-hati, beberapa tempat wisata mungkin tutup, tapi suasana lokalnya? Tak ternilai.

Panduan santai: tips kecil yang bikin perjalanan mulus

Beberapa hal praktis yang kusarankan kalau kamu mau ke Vietnam tanpa drama: bawa uang tunai—dong lebih luwes di banyak pasar; pelajari kata sapaan sederhana seperti “xin chào” (halo) dan “cảm ơn” (terima kasih), itu bikin senyum balik; dan selalu cek apakah penjual memakai sarung tangan saat menyiapkan makanan (kalau ragu, ambil yang panas, biasanya lebih aman karena dimasak matang).

Mengenai berkendara: motor adalah raja. Jika kamu tidak nyaman, naik taksi resmi atau Grab. Saat menyeberang jalan, jangan kaget; berjalan pelan dan biarkan aliran motor mengitari kamu. Mereka terbiasa. Tips lainnya: jam makan siang orang Vietnam agak siang buat standar kita—kalau lapar tengah hari, cari warung kecil, bukan kafe turis. Dan kalau ingin hemat, tidur di guesthouse atau homestay; selain murah, seringnya pemiliknya memberikan rekomendasi makan yang belum banyak turis tahu.

Aku juga suka sekali mengeksplor pasar tradisional—bukan hanya untuk makanan, tapi untuk ngobrol dengan penjual yang kerap ramah dan mau cerita tentang bahan-bahan yang mereka pakai. Ada aroma jahe, serai, dan ikan segar yang bercampur jadi simfoni khas Asia Tenggara. Bawa kantong kain sendiri, ya; lebih ramah lingkungan dan kadang bikin penjual senyum.

Intinya, Vietnam enak dieksplor santai. Nikmati lahapannya, hormati tradisinya, dan jangan lupa berhenti sejenak di sebuah bangku plastik, pesen semangkuk sup panas, dan amati dunia lewat hiruk-pikuk jalanan. Kamu akan pulang dengan perut kenyang, kepala penuh cerita, dan mungkin sedikit kangen pada secangkir egg coffee pagi-pagi.

Leave a Reply